From the desk of Rev. Dr. Benijanto Sugihono, SH, M.Th
Ketakutan terbesar dunia saat ini adalah “The Lost Generation”, sebuah ketakutan akan masa depan dunia akan punahnya umat manusia (sekalipun saat ini, dilihat dari sisi jumlah manusia, dunia mengalami peningkatan akibat kelahiran). Dari sisi itu, dunia agaknya tidak perlu kuatir akan terjadinya kepunahan umat manusia. Namun, jangan berpuas diri dulu, sebab ketakutan yang sedang membayangi dunia bukan karena jumlah secara kuantitatif, tetapi penurunan kualitas manusia itu sendiri.
Gaya hidup manusia yang semakin egois dan tidak peduli dengan dirinya sendiri, membuat kehidupan manusia terancam akan mengalami kemunduran total dan bisa-bisa manusia kembali ke jaman kanibalisme. Mengetahui ancaman yang ada, maka dunia mulai berpikir bagaimana mengambil langkah preventif (pencegahan), sehingga ketakutan itu dapat dihindari. Ada berbagai macam cara ditempuh, mulai dari mengadakan seminar, pelatihan, simposium, bahkan sampai kepada konperensi tingkat Internasional, yang semuanya bertujuan meningkatkan kualitas manusia secara utuh dan menyeluruh.
Namun, beberapa ahli mengatakan bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas manusia dengan sasaran mereka yang sudah dewasa, hanya memberikan dampak tidak lebih dari 40%, selebihnya pembentukan masa kecil tidak bisa diubah secara drastis. Artinya bahwa pelatihan dan pembinaan yang dilakukan terhadap orang-orang dewasa, hanya berdampak sangat kecil terhadap kepribadian orang tersebut, sebab apa yang dibentuk di masa kecilnya menjadi sesuatu yang sangat melekat dan sukar diubahkan.
Belum lagi gaya hidup perkotaan yang sangat sarat dengan persaingan membuat sisi egoisme manusia semakin terasah. Manusia menjadi lebih fokus kepada dirinya sendiri ketimbang kepada orang lain. Dari data itulah kemudian dunia mulai memikirkan sisi lain yang diharapkan mampu memberikan dampak lebih besar, bahkan membentuk generasi baru yang berkualitas, maka dipikirkan tentang “The Golden Age”.
The Golden Age, adalah masa yang terbaik untuk melakukan pembentukan secara utuh dan menyeluruh dalam hidup seorang manusia. Hal itu dipahami dalam rentang usia sebelum masa remaja, artinya ketika mereka masih dalam usia kanak-kanak. Di masa itulah pembentukan karakter akan berpengaruh lebih besar bagi kehidupan mereka di masa depan. Pembentukan gaya hidup, termasuk disiplin, sopan santun, dan norma kehidupan, akan tertanam dengan kuat dan mempengaruhi relasi dengan sesamanya.
Hal itulah yang kemudian menghasilkan berbagai macam metode pendidikan dan pengajaran, sehingga diharapkan di masa depan akan terlahir sebuah generasi yang kuat dan berkualitas, baik secara fisik, psikis dan spiritual.
Bagaimana gereja bersikap?
Gereja harus sadar akan perannya dalam kehidupan seseorang, bukan hanya membentuk mereka menjadi manusia rohani yang kasat mata, tetapi bagaimana menghasilkan manusia yang memiliki integritas Kristiani yang menjadi berkat dan teladan. Pembinaan sejak usia dini harus menjadi fokus gereja di dalam berupaya menghasilkan manusia-manusia yang berkenan di hadapan Tuhan, itu sebabnya gereja harus dengan segera menciptakan pelayanan yang menjangkau usia muda, atau usia dini, yang disebut dengan The Golden Age tadi.
Jika terlambat, maka akan sulit membentuk karakter Kristiani yang diharapkan, sebab pengaruh dunia akan semakin kuat. Gereja harus sadar bahwa teknologi dan informasi sudah sedemikian maju, bahkan bergerak di dalam sebuah percepatan, bukan kecepatan, sehingga gereja harus segera tanggap dengan situasi ini.
Ketika anak-anak sejak masa kecilnya sudah diberi pembinaan yang mamadai dan berkualitas, maka pasti di masa depan akan dihasilkan manusia yang dapat diandalkan. Bandingkan dengan apa yang dikatakan Alkitab. Amsal 22:6 berkata:
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”,
artinya jika kita melakukan pembinaan dan didikan di masa mereka masih muda, maka hal itu akan dapat memberikan harapan bahwa di masa tuanya mereka akan menjadi manusia yang berguna bagi Tuhan dan dunia.
Gereja dan lembaga pendidikan serta institusi pembinaan karakter manusia yang ada harus sadar akan hal ini, dan melalui program yang diadakan, mengarahkan dan memberikan perhatian lebih banyak kepada usia dini. Berbicara tentang Paduan Suara Anak misalnya: Jika sejak usia dini, seorang anak dilatih untuk membentuk suara, diajari tehnik bernyanyi, serta pemahaman tentang pelayanan, maka sudah dapat diduga, pada masa depan akan dihasilkan para pelayan Tuhan di bidang Paduan Suara, atau lebih luas di bidang musik dan pujian, yang dapat diandalkan.
Pemahaman pelayanan yang ditanam sejak usia dini, akan menghasilkan loyalitas yang tinggi terhadap pelayanan itu sendiri dan terhadap Tuhan. Menyadari hal itu, maka saya selaku seorang Hamba Tuhan, berharap bahwa program pembinaan, apa saja bentuknya, diarahkan untuk membentuk anak-anak sejak usia dini, sekalipun membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit.
Percayalah apa yang dikatakan pepatah bahasa Indonesia : “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”, akan kita alami, di dalam pemahaman, apa yang kita tabur hari ini, kita akan tuai di masa depan dengan hasil yang jauh lebih baik.
Pahami juga apa yang dikatakan oleh Alkitab di dalam 1 Korintus 15:58, yang berkata :
“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”,
artinya, jangan takut untuk berkorban bagi pekerjaan Tuhan, sebab apa yang kita lakukan hari ini tidak akan pernah sia-sia. Kiranya Tuhan memberikan hati yang tulus dan rela berkorban bagi kita semua yang sedang berada dalam pelayanan anak, unjtuk melihat masa depan yang cerah bersama Tuhan, sehingga The Lost Generation tidak perlu kita kuatirkan, dan kiranya Tuhan memberkati pelayanankita bersama